Wednesday 10 April 2013

SEMAKIN BERTAMBAH USIA,, SEMAKIN PUDAR KEDEWASAAN ... benarkah ????


Apa benar di zaman sekarang ini , semakin dewasa seseorang tapi kedewasaannya makin ciuutttt...aliasss makinn memudar.?????
Yaah,, menurut saya itu  memang benar. Meskipun hal ini akan mendapatkan pertentangan oleh siapapun yang mendengarnya. Namun, hal ini tertanam di benak saya. Saya sengaja menangkat judul ini sebagai hal yang harus kita renungkan. Memang benar semakin dewasa seseorang, kedewasaannya malah memudar atau tidak nampak. Tentu ini tidak terjadi pada semua orang. Pengamatan saya hanya terpaku pada segelintir orang saja yang menampakkan perbuatan yang menurut saya jadi pencitraan kepribadian dan itu bisa jadi tolak ukur kedewasaan mereka. Entahlah.. sadar atau tidak, hal itu tetap dilakukan oleh meraka. Menurut saya orang yang telah dewasa tidak sepatutnya ,mempertontonkan hal-hal yang kekanak-kanakan atau mengucapkan hal-hal yang tidak penting apalagi menyakitkan untuk didengar oleh orang lain.
Suatu hari , ketika saya dan sahabat saya duduk di beranda kelas. Terlihat beberapa orang mahasiswi lainnya sedang asik bermain. Layaknya anak kecil. Padahal boleh dikatakan usia mereka rata-rata 20 tahun bahkan lebih. Berlari-larian,, kejar-kejaran,, tarik-tarikan baju, dan mengucapkan candaan bernada sindiran. Anehnya,,, masing-masing mereka enjoy-enjoy aja dengan semua itu. Bahkan semakin girang aja dilihat. Oh ,, NO..... yang paling parahnya ni..... mereka bisa aja kan dilihat oleh pangeran-pangeran negeri sebelah yang berhiaskan pakaian putih alias mahasiswa yang  kelasnya berhadapan dengan kelas kami. WANITA ITU ADALAH AURAT !!!!! iya kan ??????? suara mereka jelas-jelas bisa aja terdengar oleh kaum adam di negeri seberang tuh. Gerak tubuh saat berlarian, tarik-tarikan baju sudah pasti terlihat juga. Nah,, di mana sih citra seorang wanita yang telah dewasa itu ? saya sama sekali tidak bisa meihatnya.
Satu lagi nih.
Suatu hari, ketika saya tengah berada di ruang dewan guru salah satu TK di daerah saya. Saya kebetulan punya urusan dengan salah seorang guru. Saya duduk di kursi kayu yang langsung berhadapan dengan meja ibu. D ( inisial). Ibu D terlihat sibuk memeriksa pekerjaan rumah murid-muridnya. Saya pun tak disapanya. Seolah tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan. Padahal beberapa menit yang lalu beliau melihat saya duduk di kursi kayu biru itu sesaat sebelum guru lain yang menyambut saya masuk keluar meninggalkan ruangan. Terlihat pula ibu itu menampakkan garis-garis tak beraturan di keningnya. Meskipun tipis dan samar, garis itu dapat saya lihat. Anggapan saya saat itu adalah, ibu  D agak kecewa dengan apa yang baru saja diperiksanya.( saya bisa saja suuzan saat itu, alhamdulilah di dalam hati saya segera beristighfar). Tidak lama berselang, datanglah dua orang anak kecil berseragam. Lucu dan lugu mereka. Memang menggemaskan melihat anak seusia mereka, kira-kira 5 atau 6 tahunan.
“ ibu guru,,,,, maaf tadi sepertinya saya salah memberikan ibu guru buku untuk dikumpulkan. Buku tadi tuh bukan buku PR saya Bu. Tapi buku catatan Matematika. Ini buku PR saya Bu ( )bermaksud memberikan ibu D buku PR nya yang belum terkumpul.” Anak kecil itu menjelaskan dengan polosnya.
“ aduuuh,, pantas... kenapa bisa salah kasih sih ???? nggak dengar ya tadi ibu bilang kumpulkan buku PR kalian” ibu D menjawab.
Anak kecil yang kedua kemudian membela teman sebayanya itu. “ ibu guru.. saya yang salah. Tadi memang FD ( inisial anak yang pertama) lagi main di luar kelas saat ibu masuk mengumpulkan buku PR. Jadi saya ambil aja buku di mejanya. Saya pikir itu buku PR-nya karena saat saya buka sekilas. Isinya angka semua Bu. Jadi saya pikir itu PR matematikanya yang sudah dia kerjakan”
“ anak ini..... saya sudah punya banyak urusan di rumah. Kamu tambahin saya lagi urusan yang buat otak saya berputar. Dari tadi saya bolak balik buku kamu untuk dapatkan di mana jawaban PR kamu tulis. Ternyata itu bukan buku PR tapi buku catatan. Kamu juga ( melihat ke arah anak kedua) pakek kasih ibu buku yang salah” Ibu D berkata dengan nada yang agak keras.
Astaghfirullah... terucap dalam hati saya. Masalah sepele seperti itu, dibuat jadi besar oleh seorang guru TK. Jelas- jelas anak itu sudah jujur menjelaskan apa yang terjadi. Kenapa ibu D memberi respon negatif. Apalagi kepada anak kecil yang sangat perlu untuk ditanamkan dan diperkenalkan hal- hal positif di pandangannya. Hati orang yang telah dewasa pun pasti akan teriris mendengar perkataan ibu D. Apalagi anak kecil.... coba bayangkan.....
Saya tidak ingin berpanjang lebar mengenai kasus Ibu D dan kedua muridnya. Masih banyak pengalaman pribadi saya lainnya yang memberatkan prinsip saya bahwa semakin bertambah usia, kedewasaan seseorang bisa saja memudar. Ingat ,, TIDAK SEMUA. Namun dengan adanya kasus – kasus seperti yang saya lihat, tentu dengan presentase yang sedikit namun itu bisa membangun prinsip saya. Dan itu tidak bisa dielakkan karena memang benar- benar ada dan memang benar- benar terjadi.
Menurut saya, kedewasaan adalah tingkat kematangan seseorang dalam mengekspresikan ide, gagasan, dan isi hati melalui lisan dan perbuatan, serta bagaimana merespon masukan, memberi masukan, dan menganggapi perbedaan dengan jujur, halus, dan bijak sesuai dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya,
Dari kasus satu, tampak bahwa mahasiswa yang demikian bisa saja tau adab dalam berinteraksi dengan teman. Tak perlu teriak- teriak, tak perlu lari-larian, tak perlu membuat gaduh suasana. Namun, karena terlena oleh suasana mereka lebih memilih untuk tidak mengerkpresikan suasana hati dengan semestinya. Bahkan yang paling disayangkan adalah mereka bisa dengan PD—nya memamerkan hal itu di hadapan kaum adam. Akhirnya yang terlihat dan terdengar hanyalah potret-potret tingkah laku dan nyanyian anak kecil yang terulang di masa tua. Apa nggak lucu hal seperti itu ????? MAHASISWA loch !!!,,, siswa yang telah menggandeng gelar MAHA di antara SEJUTA SISWA dengan kata lain tingkat penuntun ilmu yang tertinggi telah disandang. Tak hanya Islam KTP aja yang ada zaman sekarang ini. MAHASISWA KTP pun marak sekarang ini.
Nah,, di kasus kedua keadaan justru terbalik. Anak kecil bisa mengutarakan alasan dengan jujurnya dan dengan adab berinteraksi dengan orang yang lebih tua yang luar biasa menagumkan di mata saya. Tak hanya itu, ketika salah seorang teman ditegur dengan nada yang tinggi oleh gurunya. Dia kemudian membela temannya yang tidak bersalah dan mengakui kesalahan yang dilakukannya. Saat berada di ruangan itu saya sangat bersemagat ingin mendengar respon Ibu D. Dalam hayalan saya saya ingin mendengar” Iya,, nggak apa-apa nak. Ibu malah senang dan bersyukur punya murid-murid seperti kalian. Kalian berani mengutarakan alasan dengan begitu gagah dan jujurnya. Anak murid saya seharusnya semua seperti itu. Berani mengakui kesalahan dan membela hak teman yang tidak bersalah” tapi apa ???? bukan itu jawaban yang keluar dari mulut ibu D. Saat itu saya bagaikan sedang nonton piala dunia antara keseblasan Spanyol vs. Belanda di mana tim jagoan saya, Spanyol tidak bisa menyarangkan bola di gawang Belanda saat tidak ada seorang pun yang menghalangi,, tinggal semeter doang jarak antara bola dan gawang. Namun, tembakannya meleset. Kecewwaaaaaaa.. saya benar- benar kecewa dengan jawaban ibu D.
Kedewasaan itu pilihan. Jadi sebelum terlambat sudah saatnya kita memilih... berusaha menjadi seseorang yang dewasa ? atau tetap menjadi anak-anak dengan wajah kita yang semakin menua ?
Hummmmm.. ya udah dulu ya... saya yakin teman- teman udah bisa membandingkan dan menimbang – nimbang apa yang saya maksud dalam tulisan ini.
Ohhhh ya.. tulisan ini hanyalah bentuk luapan pemikiran saya terhadap sejumlah orang yang saya amati. Tidak ada maksud untuk menghardik,,, melecehkan atau membanding- bandingkan diri dengan orang lain atau menanggap diri saya yang paling baik. Saya pun tentu saja , baik disadari atau tidak,,,,,,, disengaja atau tidak , pernah melakukan atau mengucapkan sesuatu yang bukan merupakan ciri seorang yang dewasa.
Mohon maaf atas segala kecacatan dan kekurangan dalam tulisan ini. Namun saya tetap mengharapkan ada manfaat yang bisa teman- teman ambil meskipun hanya setitik.
Sampai ketemu lagi ,,,,,
Assalamualaikum,,,,,,,,,  

2 comments: