A.
Pengertian
Ruptur Perineum
Ruptur adalah robekan
atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994), Perineum
adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm.
Robekan perineum
terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala
janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan
menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan
otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasanya sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang dari pada biasanya, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
B.
Etiologi
Robekan pada perineum
umumnya terjadi pada persalinan dimana :
1.
kepala janin terlalu cepat lahir
2.
persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3.
sebelumnya pada perineum terdapat banyak
jaringan parut
4.
pada persalinan dengan distosia bahu
Persalinan seringkali
menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir tersebut
terjadi pada dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, dan uterus
sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala
janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum,
paritas.
Ruptur perineum
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ruptur
Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang
terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau
disengaja. Luka ini terjadi
pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
2. Ruptur
perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi
karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah
torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.
C.
Rupture Perineum Spontan
Luka pada perineum yang
terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau
disengaja. Luka ini terjadi
pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
a. Tingkat
I. Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum sedikit.
b. Tingkat
II. Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai
sfingter ani.
c. Tingkat
III:
Robekan yang terjadi mengenai
seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura
perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk
dalam robekan derajat III atau IV.
Beberapa kepustakaan juga membagi
tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :
a)
Tingkat III a yaitu robekan < 50 %
ketebalan sfingter ani.
b)
Tingkat III b yaitu robekan > 50%
ketebalan sfinter ani.
c)
Tingkat III c yaitu robekan hingga
sfingter ani interna
d. Tingkat
IV
Robekan hingga epitel anus Robekan mukosa rektum tanpa robekan
sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi di atas.
D.
Teknik Menjahit Robekan Perineum
Teknik menjahit robekan
perineum antara lain :
a. Tingkat
I :
Penjahitan robekan perineum tingkat
I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur
(continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).
b. Tingkat
II :
Sebelum dilakukan penjahitan pada
robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir yang
tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut.
Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau
jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan . Terakhir
kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
c. Tingkat
III :
Mula-mula dinding depan rektum yang
robek dijahit. Kemudian fasia peirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem pean lurus. Kemudian
dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil
sehingga bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
d. Tingkat
IV :
Pasien dirujuk ke fasilitas dan
tenaga kesehatan yang memadai.
E.
Ruptur
Perineum yang Disengaja (Episiotomi)
E.1.
Definisi
Episiotomi adalah suatu
tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir
vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi adalah
torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perienium
totalis.
Di masa lalu,
dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk
mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga
mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada
kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti
ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini
tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan karena ada
indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan
ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum). Para penolong persalinan
harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak
dianjurkan, bukan episiotominya.
Episiotomi rutin tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan :
1. Meningkatnya
jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma.
2. Kejadian
laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
3. Meningkatnya
nyeri pascapersalinan di daerah perineum
4. Meningkatnya
resiko infeksi.
E.2.
Tujuan
Tujuan dilakukannya
episiotomi yaitu :
a. Episiotomi
membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur perineum
yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan
tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna.
b. Mengurangi
tekanan pada kepala anak.
c. Mempersingkat
kala II.
d. Episiotomi
lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.
E.3.
Indikasi
Indikasi untuk
melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.
1. Indikasi
janin.
a)
Sewaktu melahirkan janin premature.
Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b)
Sewaktu melahirkan janin letak sungsang,
melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.
2. Indikasi
ibu
Apabila terjadi
peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakutkan akan terjadi robekan
perineum. Misalnya, pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.
Namun indikasi sekarang
yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak berubah. Indikasi untuk
melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan :
a. Gawat
janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.
b. Penyulit
kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau
ekstraksi vakum )
c. Jaringan
parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan.
Ada empat macam
episiotomi, yaitu sebagai berikut:
1) Episiotomi
medialis yang dibuat di garis tengah.
2) Episiotomi
mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus.
3) Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas komisura
posterior ke samping.
4) Episiotomi Schuchardt, kalau kita melihat ruptur
perineum atau episiotomi medialis yang melebar sehingga mungkin menjadi ruptur
perineum totalis, maka kita gunting ke samping.
A.
Pemilihan
Benang Jahit dalam
Episiotomi
Benang jahit terdiri
atas dua macam yaitu sebagai berikut :
a) Benang
yang dapat diserap (plain catgut): terbuat dari jaringan ikat usus domba yang larut
dalam seminggu, namun catgut yang direndam dalam larutan khromik oksida
(chromic catgut) lebih lama absorpsinya dan bertahan selama 10-40 hari. Catgut
chromic baik untuk penjahitan luka episiotomi dan robekan akibat persalinan.
Benang buatan/sintetis (vicryl atau polyglatin 910) juga dapat diserap dalam
60-90 hari.
b) Benang
yang tidak diserap.
Terbuat dari katun, sutera jaringan
tumbuh-tumbuhan, logam dan bahan sintetis, serta cenderung menimbulkan reaksi
jaringan.
Benang yang digunakan
untuk menjahit luka perineum adalah cat gut kromik. Cat gut adalah benang yang
dapat diserap karena terbuat dari usus sapi yang bahan utamanya terdiri dari
kolagen. Kolagen adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai
oleh kerja enzim pencernaan (proteolisis).
Cat gut kromik adalah
benang cat gut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman krom. Fungsi
garam-garaman krom adalah menunda proses proteolisis yang menyebabkan cat gut
diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam
jaringan bersama-sama selama proses penyembuhan. Cat gut akan diabsorpsi kurang
lebih selama satu minggu dan akan mulai kehilangan kekuatannya setelah 3 hari.
Cat gut kromik menunda absorpsi selama 10-40 hari bergantung jumlah
garam-garaman yang digunakan, tetapi umumnya dapat mempertahankan kekuatannya
selama 2-3 minggu.
Jenis dan ukuran benang
untuk penjahitan luka perineum.
1. Cat
gut kromik 4-0
1)
Perbaikan dinding anterior rectum pada
laserasi derajat 4.
2)
Perbaikan laserasi klitoris.
3)
Perbaikan di tempat lain apabila
memerlukan benang yang sangat halus.
2. Cat
gut kromik 3-0
1)
Perbaikan mukosa vagina.
2)
Jahitan subkutan.
3)
Jahitan subkutikular.
4)
Perbaikan laserasi periurethra.
3. Cat
gut kromik 2-0
1)
Perbaikan sfingter ani ekstra.
2)
Perbaikan laserasi serviks.
3)
Perbaikan laserasi dinding vagina
lateral.
4)
Jahitan dalam terputus-putus pada otot
pelvis.
Benang yang ideal untuk
episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah bahwa otot
memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar nomor benang maka benang
semakin halus (misalnya 4-0, 6-0, 8-0). Semakin kecil nomor benang maka semakin
berat benang dan semakin kuat tegangan benang (misalnya 2-0, 1-0).
Prinsip pengikatan
simpul adalah sebagai berikut.
1. Simpul
harus terikat kuat.
2. Simpul
harus sekecil mungkin.
3. Ujung
benang dipotong ± 1½ cm dari simpul.
4. Simpul
mati adalah yang terbaik
B.
Anastesi
Lokal
Anastesi lokal diberikan
pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Penjahitan
sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal merupakan asuhan sayang ibu.
Jika ibu menggunakan anastesi lokal saat dilakukan episiotomi, lakukan
pengujian luka untuk mengetahui bahwa anastesi masih bekerja. Sentuh luka
dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika ibu merasa
tidak nyaman, maka ulangi lagi pemberian anastesi lokal sebelum penjahitan.
G.1.
Manfaat dan Tujuan Pemberian Anastesi
Lokal
Manfaat dan tujuan anestesi
lokal pada penjahitan laserasi perineum adalah salah satu dari penerapan asuhan
sayang ibu. Penjahitan sangat menyakitkan pasienJadi, dengan dilakukannya pemberian
anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi. Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien
sehingga proses adaptasi psikologis masa nifas tidak terganggu dengan
pengalaman yang tidak menyenangkan saat persalinan. Selain itu anastesi juga memberikan konsep yang positif
tentang bidan bagi pasien.
G.2.
Peralatan dalam Pemberian Anastesi Lokal
Gunakan tabung suntik
satu kali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cc. Jarum yang lebih panjang
atau tabung suntik yang lebih besar dapat digunakan, tetapi jarum harus
berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anastesi.
Obat standar yang digunakan untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa
epineprin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2%
dengan dilarutkan terlebih dahulu dengan air steril dengan perbandingan 1 : 1
(sebagai contoh, larutkan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml air steril untuk membuat
larutan lidokain 1%).
G.3.
Langkah-langkah Anastesi Lokal
Langkah-langkah
pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan
pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai atau rileks.
2. Masukkan 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam
alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung
yang lebih besar), jika lidokain 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%,
tetapi dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1 dengan air steril).
3. Tempelkan/pasang
jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.
4. Tusukkan
jarum ke ujung atau pojok luka (laserasi), tarik jarum sepanjang tepi luka (ke
arah bawah di antara mukosa dan kulit perineum).
5. Aspirasi
(tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam
pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan
dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali (alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan
kematian bila lidokain disuntikkan ke dalam pembuluh darah).
6. Suntikan
anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.
7. Tarik
jarum sampai ke bawah tempat di mana jarum tersebut disuntikkan.
8. Arahkan
lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah empat. Tusuk jarum
untuk ketiga kalinya sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapat anastesi
lokal. Ulangi proses ini di sisi lain luka tersebut. Setiap sisi luka akan
memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapatkan anastesi yang cukup.
9. Tunggu
selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah
yang dianastesi dengan cara mencubit dengan forsep atau disentuh dengan jarum
yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu dua menit
lagi dan kemudian uji kembali sebelum mulai menjahit luka.
A.
Penjahitan
Laserasi Perineum dan Luka Episiotomi
H.1.
Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka episiotomi atau laserasi
perineum adalah sebagai berikut.
1. Bidan
memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum.
2. Posisi
pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan penjahitan,
yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah bokong
dengan ketebalan beberapa cm.
3. Penggunaan
cahaya yang cukup terang.
4. Anatomi
dapat dilihat dengan jelas.
5. Teknik
yang steril.
a)
Menggunakan sarung tangan ekstra di atas
sarung tangan steril yang telah dikenakan sebelumnya. Tujuannya untuk
menghindari kontaminasi ketika melakukan pemeriksaan rectum, dan setelah
selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera dibuang.
b)
Mengatur posisi kain steril di area rektum
dan dibawahnya sampai di bawah ketinggian meja atau tempat tdur untuk
mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh ke area tersebut
dan menyeka apapun yang terdapat di tempat tersebut
6. Tindakan
cepat.
7. Aseptik
dan antisepsis pada daerah episiotomi.
8. Jika
luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV.
9. Jahit
mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0.
10. Mulai
dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina.
11. Gunakan
pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina.
12. Jahit
otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus.
13. Jahit
kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0.
14. Bekerja
hati-hati.
15. Hati-hati
jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina.
16. Penjelasan
dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.
17. Pentingnya
tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk
penjahitan.
18. Pencegahan
trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh trauma
lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :
a)
Penggunaan jarum bermata (berlubang)
yang menggunakan dua helai benang menembus jaringan.
b)
Penggunaan jarum dan benang dengan
ukuran yang lebih besar dari pada yang diperlukan.
c)
Penggunaan jarum potong traumatik yang
tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik. Jarum potong berbentuk segitiga dan
setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan menyebabkan trauma yang
lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar ini memiliki
titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma yang
lebih sedikit.
d)
Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan
yang tidak perlu terjadi.
e)
Penempatan jahitan yang salah sehingga
perlu diangkat atau dijahit lagi.
f)
Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat.
g)
Stranggulasi jaringan karena jahitan
yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan mengurangi kekuatan jaringan dan jika
jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan dapat
menyebabkan jaringan tanggal (lepas).
h)
Tindakan berulang menyentuh dan
membersihkan luka yang tidak perlu.
Tujuan dari
dilakukannya penjahitan pada laserasi perineum adalah menyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu memastikan
hemostatis. Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja
membuat suatu luka baru pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan
sesedikit mungkin namun dengan hasil perapatan jaringan semaksimal mungkin.
Secara umum prosedur
untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum. Jika
episiotomi telah selesai, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikkan
lukanya tidak meluas. Semaksimal mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada
sayatan yang terlalu dalam hingga mencapai otot, mungkin diperlukan penjahitan
secara terputus untuk merapatkan jaringan.
H.2.
Teknik Jahitan Jelujur
Keuntungan teknik
jelujur yaitu.
1. Mudah
dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis dan satu atau dua jenis simpul).
2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit
benang yang digunakan
3. Menggunakan
lebih sedikit jahitan.
H.3.
Persiapan Penjahitan
Persiapan yang perlu
dilakukan ketika akan dilakukan penjahitan diantaranya adalah :
1. Bantu
pasien mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur
atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota
keluarganya untuk memegang kaki pasien sehingga tetap berada dalam posisi
litotomi.
2. Tempatkan
handuk atau kain bersih dibawah bokong pasien
3. Jika
mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat terlihat
lebih jelas.
4. Gunakan
teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, berikan anastesi
lokal dan jahit luka.
5. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai
sarung tangan DTT dan steril
7. Dengan
menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan DTT untuk
penjahitan.
8. Duduk
dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan
kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum pasien.
10. Periksa
vagina dan perineum secara lengkap. Patikan bahwa laserasi merupakan laserasi
derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka episiotominya meluas,
periksa lebih jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau
empat. Masukan jari yang sudah bersarungtangan ekstra kedalam anus dengan
hati-hati dan angkat jari tersebut secara perlahan untuk mengidentifikasi
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka,
pasien mengalami laserasi derajat tiga atau empat dn harus dirujuk.
11. Lepaskan
sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk memeriksa rektum , lalu
buang.
12. Berilah
anastesi lokal.
13. Siapkan
jarum (pilih jaru yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang
cat gut kromik no 2-0 atau 3-0.
14. Tempatkan
jarum pada pegangan jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit jarum tersebut.
H.4.
Langkah-langkah Penjahitan Laserasi pada Perineum
Langkah-langkah
penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut.
1. Cuci
tangan secara saksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi atau jika tertusuk jarum
maupun peralatan tajam lainnya.
2. Pastikan
bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah
didisinfeksi tingkat tinggi atau steril.
3. Setelah
memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut telah
dianastesi, telusuri dengan hati-hati dengan menggunakan satu jari untuk secara
luas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan
yang terluka.Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya
menjadi satu dengan mudah.
4. Buat
jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang
yang lebih pendek dari ikatan.
5. Tutup
mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen.
6. Tepat
sebelum cincin himen, masukan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin
himen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di
perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke atas
puncak luka.
7. Teruskan
ke arah bawah,tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai bagian bawah
laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang terluka telah
dijahit. Jika laseiSsi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau
dua lapisan putus-putus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan
jaringan tubuh secara efektif.
8. Setelah
mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan dengan
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler.Jahitan ini
akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka
berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya saat
penyembuhan luka.
9. Tusukkan
jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang
cincin himen.
10. Ikat
benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan
sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar
dan laserasi akan terbuka.
11. Ulangi
pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa atau peralatan
yang tertinggal di dalam.
12. lembut, masukkan jari paling kecil ke dalam
anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi
pemeriksaan rektum enam minggu pascapersalinan. Jika penyembuhan belum sempurna
(misalnya jika ada fistula rektovaginal atau ibu melapor inkontinensia alvi
atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13. Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun
dan air disinfeksi tingkat tinggi,kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi
yang nyaman.
14. Nasihati
ibu untuk melakukan hal-hal berikut.
a)
Menjaga perineumnya selalu bersih dan
kering.
b)
Hindari penggunaan obat-obatan
tradisional pada perineum.
c)
Cuci perineumnya dengan sabun dan air
bersih yang mengalir tiga sampai empat kali per hari.
d)
Kembali dalam seminggu untuk
memeriksakan penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia
mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya
atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Episiotomi adalah suatu
tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir
vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Tujuan dilakukannya
episiotomi yaitu :
a. Episiotomi
membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur perineum
yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan
tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna.
b. Mengurangi
tekanan pada kepala anak.
c. Mempersingkat
kala II.
d. Episiotomi
lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.
Meskipun tindakan episiotomi adalah
intervensi yang umum, tapi sebenarnya tindakan ini harusnya bukan menjadi
tindakan /intervensi rutin di setiap pertolongan persalinan pervagina, sekitar
lebih dari 70% dari semua persalinan per vagina tidak perlu
episiotomi. Anda dapat mencoba untuk menghindari kebutuhan akan episiotomi
dengan pijat perineum, dan mengontrol nafas serta mengontrol kapan harus
mengejan dan kapan tidak. Episiotomi dimulai dengan anesthestic lokal (baik
blok saraf atau injeksi epidural) untuk mematikan rasa di daerah dimana
pemotongan akan dibuat. Dua jari ditempatkan antara gunting dan kepala bayi
untuk perlindungan. Ini diikuti dengan pemotongan secara mediolateral (miring
ke satu sisi vagina untuk menghindari otot sfingter anus) atau pemotongan garis
pertengahan atau median (potongan lurus kurang dari satu inci arah anus).
Memotong memperbesar lubang vagina
dan membantu dalam melahirkan bayi Anda.Jika Anda memerlukan forsep atau
pengiriman vakum, maka panjang sayatan akan lebih panjang dari yang seharusnya
jika bayi Anda lahir tanpa dibantu instrumen. Setelah bayi dan plasenta
lahir, maka jalan lahir akan diperiksa untuk setiap robekan yang perlu
perbaikan.
Sayatan episiotomi dilakukan pada
otot, kulit dan kulit perineum vagina dijahit menggunakan jahitan yang dapat
diserap (langsung jadi kulit). Biasanya ini membutuhkan waktu sekitar
10-20 menit. Sayatan dijahit segera setelah melahirkan untuk mencegah
kehilangan darah dan mengurangi kemungkinan infeksi.
Sayatan median termudah untuk
membuat dan memperbaiki, tetapi jika robekannya mellebar maka tidak memberikan
perlindungan apapun untuk anus, artinya bisa sampai anusnya iikut
robek. Potongan mediolateral lebih sulit untuk memperbaiki namun
memberikan perlindungan terbaik terhadap kerusakan pada sfingter anal dan
paling sesuai dengan tujuan episiotomi.
B.
Saran
Sebagai calon bidan
yang profesional, sudah merupakan keharusan bagi kita yang tidak boleh ditawar
lagi untuk mengetahui dan terampil melakukan penjahitan luka episiotomi seraya
berkomunikasi dengan begitu baik pada ibu sehingga ibu mampu melewati persalinan
kala II dan episiotomi ,persalinan kala III dan IV ,serta ibu mampu mengatasi
ketakutannya saat dilakukan penjahitan luka episiotomi/ laserasi
Dalam praktiknya ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Tidak
perlu menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan dapat
mendekat dengan baik.
2. Gunakan
seminimal mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan memastikan hemostasis.
3. Selalu
gunakan teknik aseptik.
4. jika
ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi lokal
untuk memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu.
DAFTAR
PUSTAKA
Saifudin, Abdul Bari. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2008
Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu
kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2005
Kamus kedokteran Dorlan.
Jakarta . EGC. 1994
Snell, Richard S. Anatomi klinik
untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000
Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.2007
Cunningham FG et al. William Obstetrics.
22nd . New York. McGraw-Hill.2005
DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal. 2008
Sulistyawati Ari, Nugraheny E. 2010. Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba Medika
No comments:
Post a Comment